Jakarta – Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana menyetujui 18 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.
Demikian penyampaian Kapuspenkum Kejagung Dr. Ketut Sumedana SH., MH., saat siaran pers.Selasa (13/6/2023).
Adapun 18 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif tersebut kata Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana yaitu:
1. Tersangka SAID BUDIMAN bin SAID ANWAR (Alm) dari Kejaksaan Negeri Meriah yang disangka melanggar Pasal 351 KUHP tentang Penganiayaan.
2. Tersangka KHAIRUL GUSTIAN bin BHATIAR dari Kejaksaan Negeri Meriah yang disangka melanggar Pasal 80 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo. Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
3. Tersangka ABD RAHMAT HALAWA bin ONI JOHAU HALAWA dari Kejaksaan Negeri Subulussalam yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) KUHP jo. Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga jo. Pasal 80 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 atas Perubahan Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
4. Tersangka FAKHRUR RAZI bin YUSUF dari Kejaksaan Negeri Aceh Utara yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
5. Tersangka ZAINIYATI HAMID binti ABDUL HAMID dari Kejaksaan Negeri Aceh Timur yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
6. Tersangka ISHAK bin ALI BASYAH dari Kejaksaan Negeri Aceh Timur yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
7. Tersangka SIGIT SUPRIHATIN bin SADJAD dari Kejaksaan Negeri Gunungkidul yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP jo. Pasal 56 KUHP tentang Pencurian.
8. Tersangka NOTO WIYARTO alias NOTO KEWUH bin WONO IJOYO dari Kejaksaan Negeri Gunungkidul yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
9. Tersangka UDIN SUPRIADI bin WADI dari Kejaksaan Negeri Bengkulu Tengah yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
10. Tersangka ANTON ABDI bin ZULKARNAIN dari Kejaksaan Negeri Bengkulu Selatan yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) subsidair Pasal 44 Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
11. Tersangka ANDI KURNIAWAN bin IRWAN dari Kejaksaan Negeri Jakarta Barat yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
12. Tersangka EDI bin ENANG dari Kejaksaan Negeri Jakarta Barat yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
13. Tersangka GARRY WIRAWAN bin (alm) GARYUS DAVID dari Kejaksaan Negeri Jakarta Timur yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
14. Tersangka DANIEL RONES alias RONES dari Kejaksaan Negeri Manggarai yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
15. Tersangka VITALIS DARIM alias VITALIS dari Kejaksaan Negeri Manggarai yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
16. Tersangka FRANSISKUS SALES dari Kejaksaan Negeri Kota Kupang yang disangka melanggar Pasal 49 a Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
17. Tersangka IMANUEL ADI HEKNENO dari Kejaksaan Negeri Belu yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
18.Tersangka SANTO alias MAS dari Kejaksaan Negeri Seram Bagian Timur yang disangka melanggar Pasal 359 KUHP tentang Kelalaian/Kealpaan.
Kemudian sambung Ketut Sumedana, Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
Tersangka belum pernah dihukum;
Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
Pertimbangan sosiologis;
Masyarakat merespon positif.
Tindak lanjut dari itu, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum.pungkas Ketut. (Diarto)