
Rokan Hilir-Luar biasa selama camat sinaboi Samsu Kamar, S, Sos, Bejabat banyak kemajuan yg diperlombakan seperti yang kita lihat di bulan Ramadhan camat sinaboi mengadakan lomba colok yang berketepatan pada malam 27 ramadhan . 28 maret 2025
Ada pun yang ikut perlombaan 5 kepenghuluan dan 1 kelurahan
Begitulah kekompakan masyarkat sinaboi untuk mengikuti perlombaan colok antar desa
Tradisi memasang lampu colok pada malam 27 Ramadan atau 7 likur merupakan tradisi turun-temurun masyarakat Melayu. Tradisi ini dilakukan sebagai bentuk penerangan dan syiar Islam.
Camat sinaboi Samsu Kamar, S, Sos menjelaskan tentang Sejarah tradisi lampu colok
Dahulu, lampu colok digunakan sebagai penerangan sehari-hari, terutama di malam hari .
Lampu colok juga berguna bagi anak-anak yang pergi mengaji atau belajar di malam hari
Di masa lampau, lampu colok terbuat dari potongan bambu yang diisi minyak tanah dan sumbu dari perca kain atau tali goni
Seiring perkembangan zaman, bahan pembuatan lampu colok mengalami perubahan
Makna tradisi lampu colok
Tradisi lampu colok melambangkan cahaya keberkahan
Tradisi ini juga menerangi hati dan memperkuat persaudaraan di tengah masyarakat
Tradisi ini juga menjadi sarana syiar Islam di bulan suci Ramadan
Peringatan tradisi lampu colok
Tradisi lampu colok diperingati pada malam 27 Ramadan atau 7 likur
Tradisi ini dilakukan secara serentak
Tradisi ini juga diperingati dengan festival lampu colok
Kenapa pada malam 27 Ramadan pemasangan lampu colok, karena pada hari itu merupakan hari menyerahkan fitrah kepada masyarakat atau kepada Pak Lebai. Dulunya jalan tidak seperti ini, jalan hanya lorong saja, semak,
Menurut camat sinaboi lampu colok ketika itu tidak berbentuk dan terbuat dari kaleng bekas. Tapi terbuat dari bambu atau buluh, namanya kala itu sering disebut dengan obor.
“Ketika orang ingin membayar fitrah ke rumah Pak Lebai, obor di bawa sebagai penerang. Sebagian warga yang mampu, memasang obor lebih dari 10 di perkarangan rumah masing-masing hingga membuat 27 Ramadan jadi terang,” ujarnya.
Seiring waktu, perkembangan tradisi colok sangat luar biasa. Dari hanya sebatas penerang jalan, kini berubah menjadi tradisi yang membudaya di masyarakat.
Jika dulunya hanya berbentuk sebatang buluh yang dipotong-potong lalu ditanam di sepanjang jalan, saat ini lampu colok, dibuat dengan berbagai model yang sangat kreatif sehingga memancing animo masyarakat untuk turun ke jalan menyaksikannya.
Berbagai bentuk kreasi, seperti miniatur masjid, lafaz Allah, ayat suci Al Quran dan berbagai bentuk menarik lainnya semakin memeriahkan dan merpercantik tampilan lampu colok.
Tidak hanya sekedar budaya, ternyata ada nilai-nilai dan makna yang mendalam dari tradisi lampu colok ini. Yaitu semangat gotong-royong dan kebersamaan antara generasi tua dan muda. Tanpa ada semangat gotong royong dan semangat kebersamaan, tidak mungkin menara lampu colok dengan berbagai model bisa tegak kokoh.
Konsistensi masyarakat dalam melestarikan tradisi lampu colok juga sangat luar biasa. Bayangkan saja, untuk membangun satu menara lampu colok, butuh dana yang tidak sedikit. Tapi itu semua tidak menjadi penghalang dengan semangat gotong royong sesama warga.
“Kita juga memberikan apresiasi kepada pemerintah yang ikut memotivasi masyarakat kita dalam menjaga khazah budaya ini.
Lomba yang diselenggarakan setiap tahun yang dikemas dalam bentuk festival lampu colok, kita akui mampu memotivasi masyarakat, baik tua maupun muda untuk bekerjasama dan bahu membahu melestarikan tradisi yang sudah turun menurun ini,” ujar camat sinaboi.