Jakarta – Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana menyetujui 6 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.
Hal itu disampaikan oleh Kapuspenkum Kejagung Dr. Ketut Sumedana SH., MH., saat siaran pers ke awak media Senin (5/6/2023).
Kata Kapuspenkum Ketut Sumedana, adapun 6 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif yang di setujui tersebut yaitu:
1. Tersangka BUDI UTOMO alias UTOMO dari Kejaksaan Negeri Banggai yang disangka melanggar Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan atau Pasal 378 KUHP tentang Penipuan.
2. Tersangka QIFAN ASFAR PUTRA alias QIVAN bin alm. ASRARUDDIN dari Kejaksaan Negeri Mamuju yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
3. Tersangka I AHMAD MUHAJIR Alias HAJIR bin H. HARDI, Tersangka II MUHAMMAD FARHAM alias PALLANG bin MAS’UD, dan Tersangka III MUHAMMAD ALWIADI alias ALWI bin H. HARDI dari Kejaksaan Negeri Majene yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang Penganiayaan.
4. Tersangka SOKIA ALKITAB HIZKIVA alias HIZKIVA anak dari JONIORES DAPAT dari Kejaksaan Negeri Sanggau yang disangka melanggar Pasal 367 Ayat (2) KUHP tentang Pencurian dalam Keluarga jo. Pasal 362 KUHP tentang Pencurian atau Kedua Pasal 376 KUHP tentang Penggelapan terhadap Keluarga jo. Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
5. Tersangka PENSUS SUMARDIUS anak dari SIMON PETRUS dari Kejaksaan Negeri Sanggau yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
6. Tersangka MUSTOFA bin SUDIONO dari Kejaksaan Negeri Kepulauan Meranti yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Menurut Kapuspenkum, Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
Tersangka belum pernah dihukum;
Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
Pertimbangan sosiologis;
Masyarakat merespon positif.
Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum, imbuh Ketut. ( Diarto)