BAGANSIAPIAPI – Pemberontak yang gagal lewat Gerakan 30 September 1965 (Gestapu) dan penyelesaian pasca pembekuan aset yang dimiliki Partai Komunis Indonesia (PKI) menyisakan persoalan yang tak berujung. Seperti yang terjadi pada lahan yang kini menjadi kantor Babinsa Bagansiapiapi, Rokan Hilir, Riau.17/06/2023
Kantor Babinsa Bagansiapiapi tersebut ternyata berdiri di atas lahan yang dulu pernah menjadi kantor Barisan Tani Indonesia (BTI), salah satu organisasi sayap PKI. Tidak jelas, apakah lahan kantor BTI itu merupakan aset PKI atau hanya pinjam pakai, hibah atau sewa. Ketidakjelasan tersebut akhirnya berbuntut panjang.
KH, salah seorang warga Bagansiapiapi mengatakan, tanah di atas bangunan Babinsa itu merupakan tanah kakeknya.
Lahan itu milik kakek saya, itu hak kami dan kami akan berjuang untuk mendapatkannya kembali,” tegas KH saat berbicara kepada GoRiau.com pada Rabu malam (31/5/2023).
Jika ditelisik ke belakang, bagi penduduk yang sudah berumur di Bagansiapiapi, lahan ini memiliki sejarah yang panjang dan rumit. Awalnya, lahan ini merupakan markas ‘underbow’ Partai Komunis Indonesia. Namun, setelah kejadian G30 S/PKI tahun 1965, dan perubahan rezim dari Orde Lama ke Orde Baru, lahan ini ditinggalkan dan kemudian diambil alih oleh ABRI, kini TNI.
Menurut sebuah surat yang dikeluarkan oleh Kecamatan Bangko pada tanggal 9 Mei 1984, lahan ini bersama dengan 17 unit bangunan lainnya di Bagansiapiapi, telah dikuasai oleh negara pasca gagalnya Gestapu 1965.
Namun, KH tak gentar soal status yang ditetapkan TNI tersebut. Dia berupaya keras untuk membuktikan klaimnya, bahwa lahan tersebut milik kakeknya.
Saya sudah berusaha berulang kali menghubungi kantor Camat, Lurah dan pihak-pihak terkait lainnya. Ini adalah warisan keluarga saya,” tegasnya.
Karena itu, KH kini harus memperjuangkan klaimnya dalam sistem hukum Indonesia, yang mengharuskan dia dan keluarganya menghadirkan pembuktian terkait status tanah atau lahan, termasuk hak pakai atau hak milik dan kelengkapan surat-surat lainnya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Agraria atau pertanahan.
Tanggal 9 Mei 1984, Kecamatan Bangko melalui Surat Nomor : 16.05/10 ditandatangani Mohd Alwi T, Kepala Kantor Kecamatan Bangko menerbitkan surat dinas dengan tujuan Bupati Bengkalis tentang data gedung, tanah bekas sekolah asing (China) serta milik Organisasi Terlarang (OT) yang dikuasai negara.
Surat ini terbit saat Pangkowilhan I Bukit Barisan dijabat Mayjen TNI, Harsudiyono Hartas yang kelak digantikan Mayjen Soeripto, terakhir menjadi Gubernur Riau..
Sejarah berubah, kerusuhan Bagansiapiapi II tahun 1998, kebakaran terhadi,kantor ini ikut terbakar.
Kemudian diatas lahan bekas kantor Babinsa itu kembali dibangun tiga unit ruko diatasnya, ada budidaya burung walet oleh seorang pebisnis sarang walet, tetapi salah satu pintu dari ruko itu tetap menjadi kantor Babinsa.
Kontroversi ini, sekarang menarik perhatian banyak pihak, termasuk para Purnawirawan TNI-Polri dan organisasi anak-anak Pejuang seperti PPM, FKPPI, KBPP Polri yang mengenal sejarah lahan ini.
“Negara tidak boleh kalah dengan individu,” komentar seorang anggota purnawirawan di Rohil, menanggapi klaim KH.
Dan kini ada isu yang beredar bahwa dalam waktu dekat akan terbit sertifikat tanah dari BPN Rohil untuk lahan ini.
Hingga Kamis (1/6/2023), atau tepat pada Hari Kesaktian Pancasila, Kantor Babinsa ini masih berdiri kokoh, meski klaim KH telah memicu perdebatan di kalangan warga. Apapun hasilnya, satu hal yang pasti: lahan ini dan bangunannya merupakan bagian penting dari sejarah Bagansiapiapi, yang mencerminkan berbagai era perubahan politik di Indonesia. ***