Jakarta – Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana menyetujui 15 dari 16 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.
Hal itu disampaikan oleh Kepal Pusat Penerangan Hukum Kejaksaaan Agung Dr. Ketut Sumedana Rabu (25/10/2023). Adapun 15 permohonan yang dihentikan yaitu:
1. Tersangka Muhammad Thoriq Fai’iq bin Kresa Budiyatno dari Kejaksaan Negeri Kota Pekalongan, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
2. Tersangka Jhonter Makmur Pardede alias Jo bin Gotti Pardede dari Kejaksaan Negeri Dumai, yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.
3. Tersangka Delianus Zebua alias Pak Dafan dari Kejaksaan Negeri Rokan Hilir, yang disangka melanggar Pasal 374 KUHP tentang Penggelapan dalam Jabatan.
4. Tersangka Firwansyah bin Zulkifli dari Kejaksaan Negeri Lampung Utara, yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.
5. Tersangka Pujianto bin Jasnadi dari Kejaksaan Negeri Way Kanan, yang disangka melanggar Pasal 480 KUHP tentang Penadahan.
6. Tersangka Yusril Efendi bin Kenedi dari Kejaksaan Negeri Way Kanan, yang disangka melanggar Pasal 480 ke-2 KUHP tentang Penadahan.
7. Tersangka Hendrik alias Endi bin Samsuddin dari Kejaksaan Negeri Baubau, yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) Jo. Pasal 5 huruf a Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
8. Tersangka Yuslin alias Yulin bin Kudus dari Kejaksaan Negeri Konawe, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
9. Tersangka Rury Kurniawan Gunawan, S.Sos., M.Ap alias Rury bin Gunawan dari Kejaksaan Negeri Konawe, yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) subsider Pasal 44 Ayat (4) lebih subsider Pasal 45 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
10. Tersangka Ferdy Tomhisa alias Edy dari Kejaksaan Negeri Ambon, yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (1) KUHP tentang Pencemaran Nama Baik dan/atau Pasal 315 KUHP tentang Penghinaan Ringan dan/atau Pasal 335 KUHP tentang Perbuatan Tidak Menyenangkan.
11. Tersangka Zainudin Ngangun alias Udin dari Kejaksaan Negeri Tual, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
12. Tersangka I Sugi Kariyanto dan Tersangka II Bayu Natoyo dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Mojokerto, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
13. Tersangka Petrus Susanto Pungus dari Kejaksaan Negeri Surabaya, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan atau Pasal 44 Ayat (1) Jo. Pasal 5 huruf a Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
14. Tersangka Moefit Widodo bin Mahdi dari Kejaksaan Negeri Surabaya, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
15. Tersangka Daniel Kristanto anak dari (Alm.) Mujiono dari Kejaksaan Negeri Surabaya, yang disangka melanggar Pasal 480 KUHP tentang Penadahan.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
Tersangka belum pernah dihukum;
Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
Pertimbangan sosiologis;
Masyarakat merespon positif.
Dijelaskan oleh Kapuspenkum Ketut Sumedana, Sementara berkas perkara atas nama Tersangka Ferdiansyah Rumain alias Ardi dari Kejaksaan Negeri Ambon, yang disangka melanggar Pasal 363 Ayat (1) ke-4 KUHP tentang Pencurian dengan pemberatan atau Pasal 362 KUHP tentang Pencurian, tidak dikabulkan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif. Hal ini dikarenakan perbuatan atau tindak pidana yang telah dilakukan oleh Tersangka, bertentangan dengan nilai-nilai dasar sesuai Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum, tutup Ketut. ( Diarto)