Jakarta – Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana menyetujui 18 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.
Hal itu disampaikan oleh Kapuspenkum Kejagung Dr. Ketut Sumedana SH., MH., dalam siaran persnya, Selasa (30/5/2023). Adapun 18 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif tersebut yaitu:
1. Tersangka FELIX IBUHU Alias FELIX dari Kejaksaan Negeri Halmahera Tengah yang disangka melanggar Pasal 310 ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan subsidair Pasal 359 KUHP tentang Kealpaan.
2 Tersangka YULIANA Alias YULI Binti (Alm) SANUDIN dari Kejaksaan Negeri Bangka yang disangka Pasal 378 KUHP tentang Penipuan atau Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
3. Tersangka RODI HARTONO Als RODI Bin MAHADI NURSAH dari Kejaksaan Negeri Lebong yang disangka melanggar Pasal 80 Ayat (1) jo. Pasal 76C Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak atau Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
4. Tersangka MARDIANTO Als MARDI Bin MADJUSIN dari Kejaksaan Negeri Kepahiang yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
5. Tersangka DEDEK UTYAN PUTRA Bin MUHAMMAD LUTH dari Kejaksaan Negeri Bengkulu Tengah yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
6. Tersangka YOPA SOPANA Bin (Alm) IYO SUYARNO dari Kejaksaan Negeri Garut yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
7. Tersangka SUMARDI Als UMAR Bin (Alm) HADI RAHONO dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Bekasi yang disangka melanggar Pasal 480 Ke-1 KUHP tentang Penadahan.
8. Tersangka NURHAYATI Binti SALEH dari Kejaksaan Negeri Lampung Utara yang disangka melanggar Pasal 480 KUHP tentang Penadahan.
9. Tersangka FAJAR FIRMANSYAH Bin MARYONO dari Kejaksaan Negeri Bandar Lampung yang disangka melanggar Pasal 480 Ke-1 KUHP tentang Penadahan.
10. Tersangka ABDUL LATIF Bin ABDUL MANAF dari Kejaksaan Negeri Lampung Timur yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (2) atau Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
11. Tersangka DENNY FAHRUDIN Bin JAJANG dari Kejaksaan Negeri Lampung Timur yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
12. Tersangka TOTO RIYANTO Alias ANTO Bin TUGINO dari Kejaksaan Negeri Pringsewu yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
13. Tersangka TEDDY PRATAMA RUMAGESAN dari Kejaksaan Negeri Fakfak yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
14. Tersangka SARBANI RUMANAIS dari Kejaksaan Negeri Fakfak yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
15. Tersangka RUDI HARTONO Bin (Alm) IBON dari Kejaksaan Negeri Banyuasin yang disangka melanggar Pasal 480 Ke-1 KUHP tentang Penadahan.
16. Tersangka MASNUN Binti UMAR dari Kejaksaan Negeri Ogan Komering Ulu Selatan yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
17. Tersangka HERMAN FRANYO ALOWYSIUS MOA BURA Alias FRANYO Bin (Alm) HERMAN JAKOBUS NJONG MOA BURA dari Kejaksaan Negeri Barito Timur yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
18. Tersangka YUSPIANI Alias ALFI Alias AFI Bin H. MURKAM dari Kejaksaan Negeri Barito Timur yang disangka melanggar Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
Tambah Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana, adapun alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
Tersangka belum pernah dihukum;
Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
Pertimbangan sosiologis;
Masyarakat merespon positif.
Selanjutnya ringkas Ketut Sumedana SH.MH.,, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. (Diarto)