Jakarta – Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana menyetujui 6 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.
Hal itu disampaikan oleh Kapuspenkum Kejagung Dr Ketut Sumedana SH.,MH. Kamis (27/7/2023).
Dalam siaran persnya disebutkan adapun 6 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif yaitu:
1. Tersangka SARDI KASIM alias SARDI dari Kejaksaan Negeri Ternate yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
2. Tersangka MATIUS ARIANTO als HENGKI dari Kejaksaan Negeri Bengkalis yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian jo. Pasal 367 Ayat (2) KUHP tentang Pencurian dalam Keluarga.
3. Tersangka I SUPARDI als BANG YUN bin MANSUR, Tersangka II JIMMY ROHIM als JIMMY bin SUPARDI, dan Tersangka III RIO PARMANA PUTRA als RIO bin SUPARDI dari Kejaksaan Negeri Pelalawan yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang Penganiayaan.
4. Tersangka BONG JI TET alias ATET ANAK BONG SEKHONG dari Cabang Kejaksaan Negeri Sambas di Pemangkat yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
5. Tersangka HASAN bin ATUNG dari Kejaksaan Negeri Landak yang disangka melanggar Pasal 378 KUHP tentang Penipuan atau Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
6. Tersangka ANDI RISMA LAKAMA alias DISTI dari Kejaksaan Negeri Teluk Bintuni yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Kapuspenkum menjelaskan, Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
Tersangka belum pernah dihukum;
Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
Pertimbangan sosiologis;
Masyarakat merespon positif.
Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum, tutup Ketut (Diarto)